Detail Cantuman
Text
Hidup Adalah Solusi = All Life is Problem Solving : Segala Bentuk Kehidupan Memiliki Jalan Keluarnya
1033473101 | 192 POP h C-1 | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Tidak Dipinjamkan |
1033474102 | 192 POP h C-2 | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
1033475103 | 192 POP h C-3 | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
1033476104 | 192 POP h C-4 | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
Sains selalu berawal dari masalah. Demikian pula, dinamika kehidupan adalah dinamika masalah satu ke masalah yang lain. Dan, untuk memecahkan masalah ini, sains menggunakan metode trial and error, atau metode coba-coba. Metode ini mengasumsikan bahwa kita bekerja dengan sejumlah besar eksperimentasi solusi. Dan, solusi tersebut ditimba pula dari kehidupan, dari lingkungan tempat masalah itu muncul. Satu demi satu solusi diuji dan dihilangkan. Kemudian, solusi yang keliru dibuang, dan yang diambil adalah solusi yang paling presisi dalam memecahkan masalah.
Pada dasarnya, prosedur ini digunakan oleh seluruh organisme, mulai dari amoeba hingga Albert Einstein. Setiap organisme mencoba untuk melepaskan diri dari masalah yang merepotkan. Baik hewan, tumbuhan, atau manusia melakukan prosedur demikian karena mereka rindu akan hukum dan keteraturan, dan menurut Karl R. Popper, harapan akan hal ini tercetak secara genetik. Mereka mempelajari fenomena alam, melakukan pengujian, hingga ditemukan sesuatu yang mampu memecahkan masalah yang sedang mereka hadapi. Namun, pertanyaannya, apa bedanya amoeba dengan Einstein?
Amoeba menghindari falsifikasi (pemalsuan). Ia membuat hipotesis secara subjektif, dan harapannya terhadap hipotesis itu terlampau besar. Sehingga, kalau hipotesisnya terbukti keliru, ia tak dapat memecahkan masalah, lalu ia binasa. Sementara, Einstein membuat hipotesisnya secara objektif. Kemudian, ia menghancurkan hipotesisnya melalui kritik, tanpa ikut menjadi binasa. Alih-alih menghindari, ia malah menjadikan falsifikasi sebagai landasan untuk menyangkal teori yang ia hasilkan dari hipotesis tersebut. Namun, teorinya ia maksudkan bukan untuk dibuktikan bahwa teori itu benar, melainkan untuk diuji agar terbukti bahwa teori itu salah.
Pada dasarnya, prosedur ini digunakan oleh seluruh organisme, mulai dari amoeba hingga Albert Einstein. Setiap organisme mencoba untuk melepaskan diri dari masalah yang merepotkan. Baik hewan, tumbuhan, atau manusia melakukan prosedur demikian karena mereka rindu akan hukum dan keteraturan, dan menurut Karl R. Popper, harapan akan hal ini tercetak secara genetik. Mereka mempelajari fenomena alam, melakukan pengujian, hingga ditemukan sesuatu yang mampu memecahkan masalah yang sedang mereka hadapi. Namun, pertanyaannya, apa bedanya amoeba dengan Einstein?
Amoeba menghindari falsifikasi (pemalsuan). Ia membuat hipotesis secara subjektif, dan harapannya terhadap hipotesis itu terlampau besar. Sehingga, kalau hipotesisnya terbukti keliru, ia tak dapat memecahkan masalah, lalu ia binasa. Sementara, Einstein membuat hipotesisnya secara objektif. Kemudian, ia menghancurkan hipotesisnya melalui kritik, tanpa ikut menjadi binasa. Alih-alih menghindari, ia malah menjadikan falsifikasi sebagai landasan untuk menyangkal teori yang ia hasilkan dari hipotesis tersebut. Namun, teorinya ia maksudkan bukan untuk dibuktikan bahwa teori itu benar, melainkan untuk diuji agar terbukti bahwa teori itu salah.
Judul Seri | - |
No. Panggil | 192 POP h |
Penerbit | IRCiSoD : Yogyakarta., 2022 |
Deskripsi Fisik | 254 hlm.; 20 cm. |
Bahasa | Indonesia |
ISBN/ISSN | 978-623-5348-11-7 |
Klasifikasi | 192 |
Tipe Isi | - |
Tipe Media | - |
Tipe Pembawa | - |
Edisi | Cetakan ke-1 |
Subyek | - |
Info Detil Spesifik | - |
Pernyataan Tanggungjawab | Karl R. Popper |
Tidak tersedia versi lain