Detail Cantuman
Text
Prisma : Jurnal Pemikiran Sosial Ekonomi : Dua Puluh Lima Tahun Reformasi : Oligarki dalam Demokrasi Volume 42 Nomor 2 Tahun 2023
2035956101 | PRISMA VOL.42/No.2 2023 C-1 | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Tidak Dipinjamkan |
2035957102 | PRISMA VOL.42/No.2 2023 C-2 | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Tidak Dipinjamkan |
Berakhirnya Perang Dingin yang ditandai dengan runtuhnya Tembok Berlin (1998) dan bubarnya Uni Soviet (1991) dipandang sebagai puncak demokratisasi Gelombang Ketiga (sekitar 1974 hingga 2006), yakni periode ketika sejumlah besar negara di berbagai kawasan dunia mengalami transisi ke demokrasi.
Yang pertama (1828-1926) periode saat Amerika Serikat, Perancis, dan beberapa negara Eropa lainnya mengalami transisi besar dari corak produksi feodal menuju sistem kapitalisme industri, dan negara-negara tersebut menerapkan hak pilih bagi kelas menengah dan bawah, serta perempuan yang ditandai juga merosotnya kekuasaan imperium dagang serta kemunculan negara-negara demokrasi baru di Amerika Latin. Yang kedua (1943-1962) menandai perubahan besar di Eropa setelah Perang Dunia II, diantaranya rekonstruksi Eropa Barat dan dekolonisasi negara-negara Asia dan Afrika.
Berbeda dengan dua gelombang pendemokrasian sebelumnya, Gelombang Ketiga lebih berpusat pada runtuhnya rezim-rezim otoriter, terutama di Amerika Latin, Eropa Timur, Asia Timur, dan Asia Tenggara (Filipina dan Indonesia). Mundurnya diktator Soeharto setelah 32 tahun lebih berkuasa, yang dipicu oleh krisis moneter Asia 1997, tercatat sebagai salah satu transisi demokratis penting di negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia.
Beberapa analis berupaya mengidentifikasi Gelombang Keempat yang berlanjut hingga saat ini untuk mengaitkan protes anti-pemerintah dengan peningkatan akses keterbukaan informasi dan perubahan teknologi dalam politik. Teknologi informasi dan komunikasi digital memang berkontribusi dalam memicu gerakan protes dan demonstrasi, seperti Musim Semi Arab akhir 2010. Tak bisa dimungkiri, media-media sosial seperti Facebook, Twitter, YouTube dan blog berperan penting dalam menyebarluaskan informasi, mengorganisasi protes, dan menggalang massa.
Aksi protes terhadap legislasi UU KPK, September 2019, misalnya, melibatkan puluhan ribu demonstran di berbagai kota besar di Indonesia dengan #ReformasiDikorupsi meluas berkat pengerahan massa berbasis kampus melalui media sosial.
Yang pertama (1828-1926) periode saat Amerika Serikat, Perancis, dan beberapa negara Eropa lainnya mengalami transisi besar dari corak produksi feodal menuju sistem kapitalisme industri, dan negara-negara tersebut menerapkan hak pilih bagi kelas menengah dan bawah, serta perempuan yang ditandai juga merosotnya kekuasaan imperium dagang serta kemunculan negara-negara demokrasi baru di Amerika Latin. Yang kedua (1943-1962) menandai perubahan besar di Eropa setelah Perang Dunia II, diantaranya rekonstruksi Eropa Barat dan dekolonisasi negara-negara Asia dan Afrika.
Berbeda dengan dua gelombang pendemokrasian sebelumnya, Gelombang Ketiga lebih berpusat pada runtuhnya rezim-rezim otoriter, terutama di Amerika Latin, Eropa Timur, Asia Timur, dan Asia Tenggara (Filipina dan Indonesia). Mundurnya diktator Soeharto setelah 32 tahun lebih berkuasa, yang dipicu oleh krisis moneter Asia 1997, tercatat sebagai salah satu transisi demokratis penting di negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia.
Beberapa analis berupaya mengidentifikasi Gelombang Keempat yang berlanjut hingga saat ini untuk mengaitkan protes anti-pemerintah dengan peningkatan akses keterbukaan informasi dan perubahan teknologi dalam politik. Teknologi informasi dan komunikasi digital memang berkontribusi dalam memicu gerakan protes dan demonstrasi, seperti Musim Semi Arab akhir 2010. Tak bisa dimungkiri, media-media sosial seperti Facebook, Twitter, YouTube dan blog berperan penting dalam menyebarluaskan informasi, mengorganisasi protes, dan menggalang massa.
Aksi protes terhadap legislasi UU KPK, September 2019, misalnya, melibatkan puluhan ribu demonstran di berbagai kota besar di Indonesia dengan #ReformasiDikorupsi meluas berkat pengerahan massa berbasis kampus melalui media sosial.
Judul Seri | - |
No. Panggil | PRISMA VOL.42/No.2 2023 |
Penerbit | LP3ES : Jakarta., 2023 |
Deskripsi Fisik | 144 hlm.; 25 cm. |
Bahasa | Indonesia |
ISBN/ISSN | 0301-6269 |
Klasifikasi | NONE |
Tipe Isi | - |
Tipe Media | - |
Tipe Pembawa | - |
Edisi | Cetakan ke-1 |
Subyek | - |
Info Detil Spesifik | - |
Pernyataan Tanggungjawab | Harry Wibowo, ... [et al] |
Tidak tersedia versi lain