Detail Cantuman
Text
Prisma : Jurnal Pemikiran Sosial Ekonomi : Dialektika Ruang dan Ranah Publik Volume 41 Nomor 1 Tahun 2022
2035976101 | PRISMA VOL.41/No.1 2022 C-1 | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Tidak Dipinjamkan |
2036056102 | PRISMA VOL.41/No.1 2022 C-2 | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Tidak Dipinjamkan |
Prisma Jurnal Pemikiran Sosial Ekonomi: Dialektika Ruang & Ranah Publik merupakan salah satu buku bacaan Karya Tim Redaksi. Kebebasan berpikir dan menyatakan pendapat di ruang publik sudah semestinya dijamin terlaksana secara demokratis, termasuk di kampus sebagai mimbar akademik yang menjamin kebebasan tersebut dengan penuh tanggung jawab etika akademik. Akan tetapi, realitas bertolak belakang. Belakangan sering terjadi diskusi publik yang diselenggarakan organisasi mahasiswa mendapatkan tekanan pihak-pihak tertentu. Bahkan ada yang sampai dibubarkan paksa, alasannya karena diskusi tersebut memiliki agenda tertentu yang mengganggu ketertiban umum. Tak hanya itu, beberapa akademisi baik dosen maupun mahasiswa justru dianggap berbahaya hanya karena memiliki pendapat berbeda atau berselisih paham dengan elit tertentu yang berkuasa.
Pada hakikatnya setiap orang memiliki hak asasi untuk berbicara, berpendapat, berekspresi, mengembangkan dirinya dan hak atas kemerdekaan pikiran dan hati nurani sebagai suatu bentuk perwujudan eksistensi diri yang dijamin oleh konstitusi negara Indonesia yaitu UUD NRI Tahun 1945. Hal jelas tercantum dalam Bab XA Pasal 28C ayat (1) dan ayat (1), Pasal 28E ayat (2) dan (3), Pasal 28F dan Pasal 28I UUD NRI Tahun 1945. Oleh karena itu, tidaklah tepat apabila hak asasi yang telah menjadi hak konstitusional warga negara dilanggar begitu saja oleh pihak-pihak tertentu dengan membungkam diskusi-diskusi ilmiah di kampus-kampus. Negara dalam hal ini pemerintah seharusnya hadir untuk menjalankan amanah konstitusi Pasal 28I ayat (4) yang menyatakan bahwa negara terutama pemerintah bertanggung jawab atas perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia. Akan tetapi, dalam kejadian-kejadian yang telah berulang kali terjadi, pemerintah seolah abai dan menutup mata atas realitas tersebut. Tak heran jika publik berpendapat bahwa elite tertentu di pemerintahan terlibat dalam tindakan-tindakan tersebut.
Mungkin saja, kebenaran di negeri ini adalah sebuah keniscayaan untuk diungkapkan secara terbuka oleh setiap manusia berakal dan bermoral. Patut diingat bahwa siapapun yang menolak untuk mengungkap kebenaran bahkan berusaha menyembunyikannya dengan alasan apa pun adalah kesalahan. Pemerintah jangan sampai lupa, land san bertemming bangsa Indonesia yang termaktub pada alinea keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 salah satunya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa terhambat karena masifnya kasus-kasus seperti ini. Jangan sampai, pembungkaman yang terjadi di ranah mimbar akademik menjadi batu sandungan dalam mewujudkan tujuan mulia negara Indonesia.
Pada hakikatnya setiap orang memiliki hak asasi untuk berbicara, berpendapat, berekspresi, mengembangkan dirinya dan hak atas kemerdekaan pikiran dan hati nurani sebagai suatu bentuk perwujudan eksistensi diri yang dijamin oleh konstitusi negara Indonesia yaitu UUD NRI Tahun 1945. Hal jelas tercantum dalam Bab XA Pasal 28C ayat (1) dan ayat (1), Pasal 28E ayat (2) dan (3), Pasal 28F dan Pasal 28I UUD NRI Tahun 1945. Oleh karena itu, tidaklah tepat apabila hak asasi yang telah menjadi hak konstitusional warga negara dilanggar begitu saja oleh pihak-pihak tertentu dengan membungkam diskusi-diskusi ilmiah di kampus-kampus. Negara dalam hal ini pemerintah seharusnya hadir untuk menjalankan amanah konstitusi Pasal 28I ayat (4) yang menyatakan bahwa negara terutama pemerintah bertanggung jawab atas perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia. Akan tetapi, dalam kejadian-kejadian yang telah berulang kali terjadi, pemerintah seolah abai dan menutup mata atas realitas tersebut. Tak heran jika publik berpendapat bahwa elite tertentu di pemerintahan terlibat dalam tindakan-tindakan tersebut.
Mungkin saja, kebenaran di negeri ini adalah sebuah keniscayaan untuk diungkapkan secara terbuka oleh setiap manusia berakal dan bermoral. Patut diingat bahwa siapapun yang menolak untuk mengungkap kebenaran bahkan berusaha menyembunyikannya dengan alasan apa pun adalah kesalahan. Pemerintah jangan sampai lupa, land san bertemming bangsa Indonesia yang termaktub pada alinea keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 salah satunya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa terhambat karena masifnya kasus-kasus seperti ini. Jangan sampai, pembungkaman yang terjadi di ranah mimbar akademik menjadi batu sandungan dalam mewujudkan tujuan mulia negara Indonesia.
Judul Seri | - |
No. Panggil | PRISMA VOL.41/No.1 2022 |
Penerbit | LP3ES : Jakarta., 2022 |
Deskripsi Fisik | 87 hlm.; 25 cm. |
Bahasa | Indonesia |
ISBN/ISSN | 0301-6269 |
Klasifikasi | NONE |
Tipe Isi | - |
Tipe Media | - |
Tipe Pembawa | - |
Edisi | Cetakan ke-1 |
Subyek | - |
Info Detil Spesifik | - |
Pernyataan Tanggungjawab | Harry Wibowo, ... [et al] |
Tidak tersedia versi lain