Detail Cantuman
Text
Kitab-kitab Suci yang Tersembunyi (Apokrif)
1006405101 | 220 HEU k | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
1006406102 | 220 HEU k | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
1006407103 | 220 HEU k | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
1006408104 | 220 HEU k | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
1006409105 | 220 HEU k | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
1006410106 | 220 HEU k | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
1006411107 | 220 HEU k | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
1006412108 | 220 HEU k | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
1006413109 | 220 HEU k | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
1006414110 | 220 HEU k | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
Dalam kurun waktu kurang lebih lima puluh tahun sesudah Kitab-Kitab Perjanjian Baru ditulis, muncul karangan yang mirip dengan empat Injil resmi, Kisah para Rasul, Surat-surat dan Kitab Wahyu. Karangan tersebut tidak diterima dalam daftar resmi atau Kanon. Kitab-kitab ini oleh Gereja dipandang berisi berita kurang sehat tentang hidup, ajaran, wafat serta kebangkitan Jesus. Kanon atau daftar resmi tersebut pada akhir abad ke-2, sudah terbentuk (kecuali tentang Kitab Wahyu).
Kitab yang menyebut-diri injil, surat atau wahyu menggunakan nama pengarang seperti a.l. salah seorang rasul atau tokoh yang disebut dalam Kitab Suci seperti Nikodemus atau Yakobus, saudara Jesus. Karangan seperti ini disebut apokrif. Alasan penulisan adalah a.l. mencatat berbagai tradisi, supaya jangan hilang, melengkapi Kitab-kitab resmi, khususnya tentang kisah yang tidak terdapat dalam Injil resmi, misalnya tentang masa muda Maria dan Jesus atau tentang wafat seorang rasul atau orang lain yang disebut dalam Injil, seperti misalnya Elisabet dan Zakarias.
Orang beriman ingin mengetahui lebih banyak tentang orang maupun peristiwa semasa hidup Jesus dan para Rasul. Keinginan ini menjadi motif untuk menulis dan membaca kitab-kitab apokrif a.l. karena di dalamnya terdapat banyak mukzijat, walaupun kadang kurang masuk akal. Buku-buku ini penuh dengan legenda, namun suka dibaca.
Kitab-kitab wahyu timbul untuk menyebarkan ajaran tentang akhir zaman yang dianggap dekat, tentang neraka dan dunia-akhirat, yang tidak terdapat dalam Perjanjian Baru.
Akan tetapi, ada juga tokoh bidah yang ingin menyebarkan pandangan mereka dengan menggunakan nama seorang rasul, supaya karangan mereka dianggap berwibawa. Bidah utama adalah Gnostisisme dan Manikeisme.
Jadi, injil dan surat apokrif adalah karangan dari abad-abad pertama, yang tidak diterima dalam kanon, tetapi a.l. karena judul (injil, surat, kisah rasul, kitab wahyu...) menciptakan kesan bahwa berwibawa sama. Kitab apokrif diterjemahkan ke dalam banyak bahasa. Beberapa karangan seperti ini belum begitu lama ditemukan kembali setelah berabad-abad lamanya hilang, sehingga kita hanya nama saja yang diketahui.
Beberapa kitab apokrif besar pengaruhnya pada seni lukis baik di timur maupun di barat (lihat gambar dalam buku kecil ini).
*
Walaupun Gereja tak pernah mengakui injil, surat, wahyu apokrif, umat sangat suka membacanya. Dan karena itu para seniman terkenal menggambar peristiwa yang diceritakan dalam naskah apokrif. Buku kecil ini untuk pertama kalinya menyajikan naskah apokrif dalam bahasa Indonesia disertai gambar tentang peristiwa yang dimuat dalam naskah tersebut.
Protoevangelium Jacobi dan ‘Injil Matius’ (bukan yang kanonik) paling banyak mempengaruhi sastra dan seni lukis. Pusatnya adalah Bunda Maria. Legenda Aurea (‘Kisah Emas’; 1273), karangan Jakobus de Vragine OP, tersebar luas dan dibaca oleh segala kalangan. Giotto di Bondone († 1337) menghiasi Kapel Arena di Padua dengan lukisan yang bertemakan apokrif. Albrecht Dürer membuat beberapa wood engravings, yang memperlihatkan kehidupan Bunda Maria serta orangtuanya (1511). Di Katedral Milano terdapat diptychon, yaitu papan kayu dengan lima bagian, yang mengenang pemudi Maria masuk dan tinggal di Baitullah.
Kitab yang menyebut-diri injil, surat atau wahyu menggunakan nama pengarang seperti a.l. salah seorang rasul atau tokoh yang disebut dalam Kitab Suci seperti Nikodemus atau Yakobus, saudara Jesus. Karangan seperti ini disebut apokrif. Alasan penulisan adalah a.l. mencatat berbagai tradisi, supaya jangan hilang, melengkapi Kitab-kitab resmi, khususnya tentang kisah yang tidak terdapat dalam Injil resmi, misalnya tentang masa muda Maria dan Jesus atau tentang wafat seorang rasul atau orang lain yang disebut dalam Injil, seperti misalnya Elisabet dan Zakarias.
Orang beriman ingin mengetahui lebih banyak tentang orang maupun peristiwa semasa hidup Jesus dan para Rasul. Keinginan ini menjadi motif untuk menulis dan membaca kitab-kitab apokrif a.l. karena di dalamnya terdapat banyak mukzijat, walaupun kadang kurang masuk akal. Buku-buku ini penuh dengan legenda, namun suka dibaca.
Kitab-kitab wahyu timbul untuk menyebarkan ajaran tentang akhir zaman yang dianggap dekat, tentang neraka dan dunia-akhirat, yang tidak terdapat dalam Perjanjian Baru.
Akan tetapi, ada juga tokoh bidah yang ingin menyebarkan pandangan mereka dengan menggunakan nama seorang rasul, supaya karangan mereka dianggap berwibawa. Bidah utama adalah Gnostisisme dan Manikeisme.
Jadi, injil dan surat apokrif adalah karangan dari abad-abad pertama, yang tidak diterima dalam kanon, tetapi a.l. karena judul (injil, surat, kisah rasul, kitab wahyu...) menciptakan kesan bahwa berwibawa sama. Kitab apokrif diterjemahkan ke dalam banyak bahasa. Beberapa karangan seperti ini belum begitu lama ditemukan kembali setelah berabad-abad lamanya hilang, sehingga kita hanya nama saja yang diketahui.
Beberapa kitab apokrif besar pengaruhnya pada seni lukis baik di timur maupun di barat (lihat gambar dalam buku kecil ini).
*
Walaupun Gereja tak pernah mengakui injil, surat, wahyu apokrif, umat sangat suka membacanya. Dan karena itu para seniman terkenal menggambar peristiwa yang diceritakan dalam naskah apokrif. Buku kecil ini untuk pertama kalinya menyajikan naskah apokrif dalam bahasa Indonesia disertai gambar tentang peristiwa yang dimuat dalam naskah tersebut.
Protoevangelium Jacobi dan ‘Injil Matius’ (bukan yang kanonik) paling banyak mempengaruhi sastra dan seni lukis. Pusatnya adalah Bunda Maria. Legenda Aurea (‘Kisah Emas’; 1273), karangan Jakobus de Vragine OP, tersebar luas dan dibaca oleh segala kalangan. Giotto di Bondone († 1337) menghiasi Kapel Arena di Padua dengan lukisan yang bertemakan apokrif. Albrecht Dürer membuat beberapa wood engravings, yang memperlihatkan kehidupan Bunda Maria serta orangtuanya (1511). Di Katedral Milano terdapat diptychon, yaitu papan kayu dengan lima bagian, yang mengenang pemudi Maria masuk dan tinggal di Baitullah.
Judul Seri | - |
No. Panggil | 220 HEU k |
Penerbit | Yayasan Cipta Loka Caraka : Jakarta., 2016 |
Deskripsi Fisik | 60 hlm.; ils.; 20,5 cm. |
Bahasa | Indonesia |
ISBN/ISSN | - |
Klasifikasi | 220 |
Tipe Isi | - |
Tipe Media | - |
Tipe Pembawa | - |
Edisi | - |
Subyek | Kitab Suci |
Info Detil Spesifik | - |
Pernyataan Tanggungjawab | Adolf Heuken |
Tidak tersedia versi lain