Detail Cantuman
Text
Scintilla Conscientiae: Letupan Nurani jilid 1
1007493101 | 320.5 BUK s 1 | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
1007494102 | 320.5 BUK s 1 | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
1007495103 | 320.5 BUK s 1 | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
Kata scintilla conscientiae dimaknai sebagai letupan nurani. Buku ini merupakan tanggapan atau letupan nurani penulis terhadap realitas sosial politik yang dialami rakyat Indonesia pada umumnya dan masyarakat NTT pada khususnya.
Santo Thomas Aquinas, salah satu pemikir penting Abad Pertengahan menegaskan bahwa hatinurani itu tidak pernah padam, termasuk dalam diri para penjahat yang paling jahat sekalipun. Maka tugas kita adalah bagaimana berusaha untuk selalu menyentak nurani sendiri dan nurani orang lain. Menyentak nurani sama artinya dengan selalu berpaling kepada kebaikan, karena memang hati nuarani adalah instansi dalam diri setiap orang yang selalu mendorong melakukan kebaikan dan mengelahkan yang jahat. Dengan terus meletupkan nurani, semakin juga nurani kita terjaga dan terawat.
Hati adalah pusat kesadaran moral. Di sana berdiam Dia yang senantiasa berharap agar kita hidup dengan baik dan benar seturut kehendakNya. Pada esensinya menelengkan diri pada bisikan hati nurani tidak lain dari menguping suara Tuhan sendiri. ”Hati nurani adalah inti yang paling rahasia dan tempat suci manusia. Di sana ia berada sendirian dengan Allah, suara Siapa bergema di dalam lubuk hatinya”, demikian pengakuan Bapa-Bapa Konsili Vatikan II sebagaimana diungkapkan dalam Gaudium et spes. Baik juga kalau kita mengaku seperti Daoed Joesoef, ”karena itu saya berani membantah nalar saya, tapi tidak berani membantah nurani saya” (Dia dan Aku. Memoar Pencari kebenaran).
Santo Thomas Aquinas, salah satu pemikir penting Abad Pertengahan menegaskan bahwa hatinurani itu tidak pernah padam, termasuk dalam diri para penjahat yang paling jahat sekalipun. Maka tugas kita adalah bagaimana berusaha untuk selalu menyentak nurani sendiri dan nurani orang lain. Menyentak nurani sama artinya dengan selalu berpaling kepada kebaikan, karena memang hati nuarani adalah instansi dalam diri setiap orang yang selalu mendorong melakukan kebaikan dan mengelahkan yang jahat. Dengan terus meletupkan nurani, semakin juga nurani kita terjaga dan terawat.
Hati adalah pusat kesadaran moral. Di sana berdiam Dia yang senantiasa berharap agar kita hidup dengan baik dan benar seturut kehendakNya. Pada esensinya menelengkan diri pada bisikan hati nurani tidak lain dari menguping suara Tuhan sendiri. ”Hati nurani adalah inti yang paling rahasia dan tempat suci manusia. Di sana ia berada sendirian dengan Allah, suara Siapa bergema di dalam lubuk hatinya”, demikian pengakuan Bapa-Bapa Konsili Vatikan II sebagaimana diungkapkan dalam Gaudium et spes. Baik juga kalau kita mengaku seperti Daoed Joesoef, ”karena itu saya berani membantah nalar saya, tapi tidak berani membantah nurani saya” (Dia dan Aku. Memoar Pencari kebenaran).
Judul Seri | - |
No. Panggil | 320.5 BUK s 1 |
Penerbit | Penerbit Ledalero : Maumere., 2014 |
Deskripsi Fisik | xii + 332 hlm.; 21 cm. |
Bahasa | Indonesia |
ISBN/ISSN | 978-602-1161-00-5 |
Klasifikasi | 320.5 |
Tipe Isi | - |
Tipe Media | - |
Tipe Pembawa | - |
Edisi | Cetakan ke-1 |
Subyek | Sosial Politik |
Info Detil Spesifik | - |
Pernyataan Tanggungjawab | Richard Muga Buku |
Tidak tersedia versi lain