Detail Cantuman
Text
Redeskripsi dan Ironi: Mengolah Cita Rasa Kemanusiaan
1007744101 | 322.1 BAG r | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
1007745102 | 322.1 BAG r | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
1007746103 | 322.1 BAG r | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
1007747204 | 322.1 BAG r | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
1007748105 | 322.1 BAG r | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
Situasi yang mengguncang masyarakat kita dewasa ini ditandai dengan “emosi-emosi”. Politik, agama, ekonomi, dan bahkan kisah keseharian dalam hidup seorang petani, nelayan, para ojek dan buruh, tukang bangunan dan tukang sapu, semuanya tidak luput dari emosi, gejolak perjuangan, keberanian, kemarahan, ketakutan, cemburu, kesalahan, dan bahkan rasa ngeri.
Sebagian episode emosi ini bersentuhan dengan kehidupan publik, dengan ruang kebersamaan, dan masyarakat. Sebagian lagi berkenaan dengan ruang privat, dunia pribadi, dan komunitas. Di mana-mana kita menyaksikan skala emosi dengan kekuatan gejolak yang tidak terbendung. Institusi politik terdistorsi, lembaga agama tergoyah, struktur ekonomi menjadi kacau dan tatanan masyarakat mengalami disorientasi.
Kita pun berhadapan dengan kanyataan bahwa misi keadilan yang diperjuangkan menjadi misi yang sulit, militansi kebenaran menjadi sia-sia, dan pembelaan kemanusiaan sering berujung pada absurditas. Dalam situasi seperi ini, kita membutuhkan semangat “devosi” dan “pengertian” yang lebih banyak. Kita – mau tidak mau – harus melibatkan aspek “cita rasa”. Kita perlu lebih banyak hidup dan bekerja dengan “cita rasa”, yaitu dengan kedalaman perasaan kemanusiaan sebagai kristalisasi dari “cinta”.
Sebagian episode emosi ini bersentuhan dengan kehidupan publik, dengan ruang kebersamaan, dan masyarakat. Sebagian lagi berkenaan dengan ruang privat, dunia pribadi, dan komunitas. Di mana-mana kita menyaksikan skala emosi dengan kekuatan gejolak yang tidak terbendung. Institusi politik terdistorsi, lembaga agama tergoyah, struktur ekonomi menjadi kacau dan tatanan masyarakat mengalami disorientasi.
Kita pun berhadapan dengan kanyataan bahwa misi keadilan yang diperjuangkan menjadi misi yang sulit, militansi kebenaran menjadi sia-sia, dan pembelaan kemanusiaan sering berujung pada absurditas. Dalam situasi seperi ini, kita membutuhkan semangat “devosi” dan “pengertian” yang lebih banyak. Kita – mau tidak mau – harus melibatkan aspek “cita rasa”. Kita perlu lebih banyak hidup dan bekerja dengan “cita rasa”, yaitu dengan kedalaman perasaan kemanusiaan sebagai kristalisasi dari “cinta”.
Judul Seri | - |
No. Panggil | 322.1 BAG r |
Penerbit | Penerbit Ledalero : Maumere., 2014 |
Deskripsi Fisik | xvi + 196 hlm.; 21 cm. |
Bahasa | Indonesia |
ISBN/ISSN | 978-979-9447-95-1 |
Klasifikasi | 322.1 |
Tipe Isi | - |
Tipe Media | - |
Tipe Pembawa | - |
Edisi | Cetakan ke-1 |
Subyek | Filsafat |
Info Detil Spesifik | - |
Pernyataan Tanggungjawab | Felix Baghi |
Tidak tersedia versi lain