Detail Cantuman
Text
Teologi Seksual: Obrolan Serius Tentang Sex
1008980101 | 241.66 SET t | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
1008981102 | 241.66 SET t | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
Dengan membaca buku ini, tidak diharapkan pembaca masih sibuk dengan pertanyaan-pertanyaan moral legalistik (apakah anak bayi yang perkawinan orang tuanya hancur boleh dibaptis, apakah wanita yang selingkuh boleh menerima komuni, apakah calon pastor boleh pacaran, dan sebagainya). Buku ini ditulis justru supaya pembaca bisa secara mandiri menemukan roh, semangat, nilai di balik hukum moral, bukan sekadar mengangguk-angguk atau membebek orang lain yang dianggap punya otoritas dalam hidup rohani. Maka dari itu, alih-alih dibingungkan oleh macam-macam kasus karena kerapuhan manusiawi, orang yang memiliki spiritualitas seksual memfokuskan dirinya pada upaya untuk mencari bentuk keterlibatan hidup dalam proyek besar keselamatan dari Allah yang sudah dicontohkan oleh Yesus Kristus sendiri.
Spiritualitas seksual bukan soal terus-menerus dihantui rasa bersalah karena masturbasi, melainkan soal membuat alokasi waktu untuk hal-hal yang lebih berfaedah secara sosial. Spiritualitas seksual bukan soal berdoa sebelum dan sesudah berhubungan seksual (seperti orang berdoa sebelum dan sesudah makan), melainkan soal menghayati konsekuensi relasi seksual sebagai keterlibatan orang dalam proyek keselamatan Allah itu: semakin mencintai pihak-pihak yang terkait dan menanamkan cinta yang bisa menjalar ke berbagai sudut kehidupan manusia. Spiritualitas seksual bukan soal menyalakan lilin bersama pacar di depan patung Bunda Maria di tempat ziarah, melainkan soal bersama pacar merembug dan menerapkan pola-pola relasi dan komunikasi yang bisa mengembangkan kepribadian masing-masing dari mereka. Spiritualitas seksual bukan soal ngampet atau menekan dorongan seksual, melainkan soal membuat perencanaan hidup, perencanaan kegiatan harian yang bisa dilaksanakan untuk mengaktualisasikan diri dengan baik. Menularkan spiritualitas seksual bukan soal mengontrol anak-anak berselancar di dunia maya atau memblokir situs-situs porno, melainkan soal mendampingi anak supaya semakin paham prioritas nilai: ada hal yang lebih memberikan kepuasan batin daripada sekadar kesenangan-kesenangan sesaat.
Singkatnya, spiritualitas seksual merupakan praktik hidup yang membuat eros seseorang fokus pada Allah sendiri dan tampak dalam ketulusan cintanya kepada sesama, khususnya mereka yang tersingkir karena ketidakadilan sosial. Praktik seperti ini tak bisa bertahan jika tidak disokong oleh bahan bakar yang memadai. Bahan bakar itu, sayangnya, ada di luar jangkauan bahasan buku ini: doa. Tanpa doa, tak ada teologi, apalagi spiritualitas kristiani.
Spiritualitas seksual bukan soal terus-menerus dihantui rasa bersalah karena masturbasi, melainkan soal membuat alokasi waktu untuk hal-hal yang lebih berfaedah secara sosial. Spiritualitas seksual bukan soal berdoa sebelum dan sesudah berhubungan seksual (seperti orang berdoa sebelum dan sesudah makan), melainkan soal menghayati konsekuensi relasi seksual sebagai keterlibatan orang dalam proyek keselamatan Allah itu: semakin mencintai pihak-pihak yang terkait dan menanamkan cinta yang bisa menjalar ke berbagai sudut kehidupan manusia. Spiritualitas seksual bukan soal menyalakan lilin bersama pacar di depan patung Bunda Maria di tempat ziarah, melainkan soal bersama pacar merembug dan menerapkan pola-pola relasi dan komunikasi yang bisa mengembangkan kepribadian masing-masing dari mereka. Spiritualitas seksual bukan soal ngampet atau menekan dorongan seksual, melainkan soal membuat perencanaan hidup, perencanaan kegiatan harian yang bisa dilaksanakan untuk mengaktualisasikan diri dengan baik. Menularkan spiritualitas seksual bukan soal mengontrol anak-anak berselancar di dunia maya atau memblokir situs-situs porno, melainkan soal mendampingi anak supaya semakin paham prioritas nilai: ada hal yang lebih memberikan kepuasan batin daripada sekadar kesenangan-kesenangan sesaat.
Singkatnya, spiritualitas seksual merupakan praktik hidup yang membuat eros seseorang fokus pada Allah sendiri dan tampak dalam ketulusan cintanya kepada sesama, khususnya mereka yang tersingkir karena ketidakadilan sosial. Praktik seperti ini tak bisa bertahan jika tidak disokong oleh bahan bakar yang memadai. Bahan bakar itu, sayangnya, ada di luar jangkauan bahasan buku ini: doa. Tanpa doa, tak ada teologi, apalagi spiritualitas kristiani.
Judul Seri | - |
No. Panggil | 241.66 SET t |
Penerbit | Kanisius : Yogyakarta., 2014 |
Deskripsi Fisik | 168 hlm.; 21 cm. |
Bahasa | Indonesia |
ISBN/ISSN | 978-979-21-3978-5 |
Klasifikasi | 241.66 |
Tipe Isi | - |
Tipe Media | - |
Tipe Pembawa | - |
Edisi | Cetakan Ke-1 |
Subyek | Teologi Seksual |
Info Detil Spesifik | - |
Pernyataan Tanggungjawab | A. Setyawan |
Tidak tersedia versi lain