Pemikiran Platon mengenai keniscayaan filsuf menjadi penguasa negara menandai tawaran klasiknya untuk memunculkan figur pemimpin bijaksana yang mencerminkan pembaruan paideia Yunani antik mengenai negarawan “sempurna”. Namun, di balik pemikirannya itu terungkap pesona renungan filosofis yang inspiratif dalam memahami tugas manusia yang paling sulit untuk menegakkan kehidupan luhur dan agung—dan pemahamannya tentang perkara ini mengungkap pokok-pokok gagasan yang mestinya bisa membantu kita untuk mempelajari tujuan utama yang mendasari daya upaya filosofisnya—bahwa menegakkan tatanan negara dari kodratnya identik dengan menegakkan tatanan kodrati manusia. Pengertian yang sama dapat dirumuskan dalam pertanyaan yang lebih dinamis meski terkesan dramatis: apakah tegak-runtuhnya tatanan negara dari kodratnya identik dengan tegak-runtuhnya tatanan kodrati manusia?