Detail Cantuman
Text
Demokrasi Minus Diskursus
1011127101 | 320.01 MON d | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
1011128102 | 320.01 MON d | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
1011129103 | 320.01 MON d | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
1011130104 | 320.01 MON d | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
1011131105 | 320.01 MON d | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
1011132106 | 320.01 MON d | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
1011133107 | 320.01 MON d | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
1011134108 | 320.01 MON d | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
1011135109 | 320.01 MON d | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
1011136110 | 320.01 MON d | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
“Demokrasi Minus Diskursus”. Demikian judul buku kecil ini. Sebuah judul yang mungkin tidak terlalu ‘menohok’, tapi serentak mengundang diskusi. Sejak awal, saya merasa perlu mengingatkan Anda, supaya jangan terlalu ‘membuang’ waktu untuk membayangkan ‘kerennya’ isi buku ini. Syukurlah kalau Anda tidak sampai mengerutkan dahi! Saya tak mau Anda akhirnya ‘menyesal’ karena setelah membaca buku ini, Anda mungkin tidak mendapatkan apa- apa sebagaimana Anda harapkan. Sebab, apa yang tersaji di sini lebih sebagai ungkapan kekecewaan, letupan emosi, umpatan, rasa sesal, sinisme, cercaan, celotehan, dan di atas segalanya ialah hembusan spirit keprihatinan penulis ketika menyaksikan bagaimana dunia, sejarah, dan peradaban kita terjungkal ke titik nadir. Mungkin Anda menganggap saya berlebihan! Tapi memang begitulah kenyataannya, jika kita ingin melihat dan mengungkapkan secara jujur panorama sosial di sekitar kita. Kita sedang berziarah pada sebuah lintasan sejarah yang kian mencemaskan!
Abad yang mencemaskan ini ditandai oleh kemiskinan dan ‘ketersesatan’ berpikir, kelalaian untuk memikirkan lebih serius tentang masa depan sejarah dan peradaban kita, bahkan sikap ‘malas tahu’ terhadap ketidakadilan situasi sosial, ekonomi, politik, hukum, budaya, yang sedang menggilas dan mengjungkirbalikkan sisi-sisi kehidupan kita. Kita sedang apatis dengan apa yang datang, atau yang sengaja diciptakan oleh perlakuan kekuasaan, yang membahayakan masa depan sejarah dan perabadan kita sendiri. Karena kita, saya, Anda, dan institusi-institusi yang mengitari kita (sosial, politik, hukum, agama, budaya, dan pendidikan) tidak serius memikirkan, mendiskusikan, menemukan solusi serta berkomitmen pada panggilan masing-masing, maka kita menganggap sejarah degradasi moral yang ‘mencincang’ kemanusiaan dan peradaban bangsa sebagai pengalaman biasa (banal). Sikap ‘remeh-temeh’ untuk memikirkan masa depan sosialitas dalam ‘kerangkeng’ politik kekuasaan ini dapat dijadikan definisi sederhana dari apa yang saya maksudkan dengan “Demokrasi Minus Diskursus’.
“Demokrasi Minus Diskursus” berbicara soal ‘ketidakseriusan’ kekuasaan untuk mengurus negara, mulai dari kebablasan basis konseptual (kesadaran epistemis), ‘kegagapan’ etika, dan ‘ketersesatan’ praksis politik. Pada titik ini, demokrasi ‘berkontribusi’ melahirkan paradoks dan ironi kehidupan bersama. Untuk itu, apa yang tertuang di sini lebih banyak manarasikan bagaimana para pelaku kekuasaan, atas nama demokrasi, justru lebih banyak bertindak sebagai ‘parasit’ demokrasi itu sendiri. Mereka memanfaatkan ‘kemurahan’ demokrasi untuk kemudian mengeruk keuntungan bagi diri sendiri dan kelompok oligarkis.
Abad yang mencemaskan ini ditandai oleh kemiskinan dan ‘ketersesatan’ berpikir, kelalaian untuk memikirkan lebih serius tentang masa depan sejarah dan peradaban kita, bahkan sikap ‘malas tahu’ terhadap ketidakadilan situasi sosial, ekonomi, politik, hukum, budaya, yang sedang menggilas dan mengjungkirbalikkan sisi-sisi kehidupan kita. Kita sedang apatis dengan apa yang datang, atau yang sengaja diciptakan oleh perlakuan kekuasaan, yang membahayakan masa depan sejarah dan perabadan kita sendiri. Karena kita, saya, Anda, dan institusi-institusi yang mengitari kita (sosial, politik, hukum, agama, budaya, dan pendidikan) tidak serius memikirkan, mendiskusikan, menemukan solusi serta berkomitmen pada panggilan masing-masing, maka kita menganggap sejarah degradasi moral yang ‘mencincang’ kemanusiaan dan peradaban bangsa sebagai pengalaman biasa (banal). Sikap ‘remeh-temeh’ untuk memikirkan masa depan sosialitas dalam ‘kerangkeng’ politik kekuasaan ini dapat dijadikan definisi sederhana dari apa yang saya maksudkan dengan “Demokrasi Minus Diskursus’.
“Demokrasi Minus Diskursus” berbicara soal ‘ketidakseriusan’ kekuasaan untuk mengurus negara, mulai dari kebablasan basis konseptual (kesadaran epistemis), ‘kegagapan’ etika, dan ‘ketersesatan’ praksis politik. Pada titik ini, demokrasi ‘berkontribusi’ melahirkan paradoks dan ironi kehidupan bersama. Untuk itu, apa yang tertuang di sini lebih banyak manarasikan bagaimana para pelaku kekuasaan, atas nama demokrasi, justru lebih banyak bertindak sebagai ‘parasit’ demokrasi itu sendiri. Mereka memanfaatkan ‘kemurahan’ demokrasi untuk kemudian mengeruk keuntungan bagi diri sendiri dan kelompok oligarkis.
Judul Seri | - |
No. Panggil | 320.01 MON d |
Penerbit | Penerbit Ledalero : Maumere., 2016 |
Deskripsi Fisik | xxii + 224 hlm.; 21 cm. |
Bahasa | Indonesia |
ISBN/ISSN | 978-602-1161-28-9 |
Klasifikasi | 320.01 |
Tipe Isi | - |
Tipe Media | - |
Tipe Pembawa | - |
Edisi | Cetakan ke-1 |
Subyek | Ilmu Politik |
Info Detil Spesifik | - |
Pernyataan Tanggungjawab | Silvianus M. Mongko |
Tidak tersedia versi lain