Detail Cantuman

Image of Kearifan Lokal Pancasila: Butir-butir Filsafat Keindonesiaan

Text

Kearifan Lokal Pancasila: Butir-butir Filsafat Keindonesiaan


1011506101320.5P KEA kPERPUSTAKAAN KAMPUS 1Tersedia
1011507102320.5P KEA kPERPUSTAKAAN KAMPUS 1Tersedia
1017082203320.5P KEA kPERPUSTAKAAN KAMPUS 1Tersedia
1017083204320.5P KEA kPERPUSTAKAAN KAMPUS 1Sedang Dipinjam (Jatuh tempo pada2024-10-11)
1017084205320.5P KEA kPERPUSTAKAAN KAMPUS 1Tersedia
1017085206320.5P KEA kPERPUSTAKAAN KAMPUS 1Tersedia
Buku ini menghadirkan sebuah narasi baru, bagaimana kita melihat pancasila dalam perpektif yang berbeda. Sebuah narasi filosofis yang ditampilkan oleh para penulis dalam melihat pancasila dalam konteks kearifan lokal. Buku ini menunjukkan kepada kita, bagaimana filosofi pancasila telah ada dalam masyarakat nusantara sebelum ada yang bernama Indonesia. Butir-butir Filsafat Keindonesiaan tersebut, yang lahir dari kearifan lokal dimetaforakan bagaikan, “garuda-garuda kecil nan elok yang terbang indah menyatuh menjadi Garuda Pancasila”.

Buku ini merupakan buku pertama di Indonesia, yang secara serius melihat Pancasila dalam konteks kearifan lokal. Narasi pancasila yang dinarasikan dari kearifan lokal, melukiskan jiwa bangsa Indonesia. Seperti diungkapkan dengan sangat baik oleh Armada Riyanto, bahwa: “Menurut bung Karno, suatu bangsa memiliki “jiwa”. Dan “jiwa” inilah yang dia gali dari dalam diri bangsa Indonesia itu sendiri. Kristalisasi “jiwa” ini ialah sila-sila dalam Pancasila. Jadi, Pancasila adalah “jiwa” bangsa atau kepribadian bangsa Indonesia. Tanpa Pancasila, Indonesia pasti menjadi bangsa yang tak punya “jiwa”.” Hlm 18. Pancasila adalah sebuah fondasi filosofis (philosophische grondslag) yang menjadi jiwa bangsa Indonesia.

Fondasi filosofis ini, bukan datang dari langit, dan bukan datang dari ideologi-ideologi tertentu. Tetapi dia adalah “fondasi pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, dan hasrat yang sedalam-dalamnya”. Hlm 14. Fondasi pikiran-pikiran inilah yang secara menarik terurai dalam buku ini, yang lahir dari kearifan lokal. Yudi Latif menyebut; bahkan Soekarno sekalipun merindukan lahirnya buku ini. Buku ini telah memberi sumbangsi luar biasa dalam mengali butir-butir filsafat keindonesiaan. Soekarno pernah menyatakan, bahwa: “Penggalian saya tentang Pancasila, sampai jaman sebelum agama Islam. Saya gali sampai jaman Hindu dan pra-Hindu”, ( bnd hlm 19).

Para penulis yang berasal dari berbagai daerah, mengurai dengan sangat baik Pancasila dari konteks kearifan lokal. Narasi-narasi filosofis tersebut memperlihatkan kepada kita, bagaimana fondasi filosofis yang bernama Pancasila ini, telah hidup dan dihidupi oleh masyarakatnya. Mungkin negara ini telah lama bubar, sekiranya filosofi Pancasila ini tidak dilahirkan dari fondasi filosofis kearifan lokal yang telah dihidupi oleh masyarakatnya. Butir-butir filsafat keindonesiaan yang diangkat dalam buku ini, akan membawa kita pada pengembaraan filosofis masyarakat nusantara. Kita akan menemukan harta karun, yang satu persatu mulai dimunculkan dalam narasi-narasi filosofis. Buku kearifan lokal Pancasila ini mengukuhkan ungkapan Soekarano, bahwa dia menggali Pancasila dari kedalaman “jiwa” dan hasrat yang sedalam-dalamnya. Ungkapan itu bukan ungkapan tanpa makna, tetapi benar-benar sebuah refleksi filosofis yang mendalam dari Soekarno. Di mana salah satu modelnya telah di uraikan dengan baik dalam buku ini.

Buku ini melihat Pancasila, bukan sebagai sebuah doktrin yang akan dipakai untuk penataran para pejabat, atau disampaikan di ruang-ruang kelas. Pancasila dalam perspektif kearifan lokal, melukiskan kepada kita sebuah filosofi yang sungguh-sungguh dihidupi oleh masyarakatnya. Karena itu kearifan lokal Pancasila yang diangkat dari kedalaman refleksi para penulisnya, bukan doktrin yang kaku, tetapi adalah filosofi yang hidup. Hidup, karena lahir dari rahim kearifan lokal nusantara, dan bukan dari sebuah doktrin tertentu. Sebagai jiwa dan fondasi hidup bangsa Indonesia, maka apa yang dikatakan Franz Magnis Suseno menjadi sangat tepat: “Pancasila adalah syarat dan dasar persatuan bangsa Indonesia yang majemuk.”hlm 587.

Pancasila dapat diterima oleh semua golongan, karena dia menjamin keunikan yang ada pada diri setiap individu/kelompok. Menjamin, dan menghargai perbedaan yang begitu beragam. Artinya nilai-nilai kemanusiaan itu telah hidup jauh sebelum Indonesia ada. Dia hidup dalam kearifan lokal masyarakat nusantara. Alangkah menyedihkan dan tidak rasional, ketika hari ini masih ada kelompok yang anti sosial dan tidak menghargai perbedaan. Tindakan seperti itu justru mengundang sebuah pertanyaan. Fondasi filosofis mana yang sedang mereka hidupi? Bukankah kearifan lokal yang kita hidupi, yang adalah butir-butir filsafat Pancasila sangat memberi tempat untuk kemanusiaan. Memberi ruang penghargaan bagi yang lain. Buku ini akan memberi ruang diskusi menarik terhadap pergulatan tersebut.

Buku ini terdiri dari 35 Esai filosofis, yang menggali kearifan lokal Indonesia yang terbagi atas. Esai kedua sampai ke delapan mengurai mengenai isu-isu KeTuhanan. Esai kesembilan hingga keempat belas mengurai mengenai isu-isu kemanusiaan. Esai ke lima belas hingga duapuluh satu berbicara tentang isu-isu Persatuan. Esai kedua puluh dua hingga ke duapuluh enam berbicara tentang isu Musyawarah dan Demokrasi, dan Esai kedua puluh tujuh hingga ketiga puluh dua, berbicara mengenai isu Keadilan. Buku ini merupakan persembahan untuk 70 tahun Indonesia merdeka, yang lahir dari pergulatan mendalam Asosiasi Filosof Katolik Indonesia (AFKI)
Judul Seri -
No. Panggil 320.5P KEA k
Penerbit Kanisius : Yogyakarta.,
Deskripsi Fisik 656 hlm.; 24 cm.
Bahasa Indonesia
ISBN/ISSN 978-979-21-4366-9
Klasifikasi 320.5P
Tipe Isi -
Tipe Media -
Tipe Pembawa -
Edisi Cetakan ke-1
Subyek Pancasila
Info Detil Spesifik -
Pernyataan Tanggungjawab
Tidak tersedia versi lain