Detail Cantuman
Text
Tafsir Kebudayaan
1012025101 | 306 GEE t | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
1012026102 | 306 GEE t | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
1012027103 | 306 GEE t | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Sedang Dipinjam (Jatuh tempo pada2025-02-20) |
1012028104 | 306 GEE t | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
1032338205 | 306 GEE t C-5 | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
Dalam Tafsir Kebudayaan, Geertz melakukan pendekataan lukisan mendalam, atau ’thick description‘ terhadap kebudayaan. Artinya, pendekatan kebudayaan melalui penafsiran sistem-sistem simbol makna kultural secara mendalam dan menyeluruh dari perspektif para pelaku kebudayaan itu sendiri.
Melalui pendekatan tersebut, pembaca mampu dituntun pada teori interpretatif tentang kebudayaan. Sehingga ia dapat menafsir mengapa, latarbelakang, faedah, fungsi dan tujuan dari seseorang mempraktekkan unsur-unsur kebudayaan yang ada. Menurut Geertz, kebudayaan adalah sesuatu yang semiotik atau bersifat semiotis, yaitu hal-hal berhubungan dengan simbol yang tersedia di depan umum dan dikenal serta diberlakukan oleh masyarakat bersangkutan . Sebab kebudayaan adalah anyaman makna-makna, dan manusia adalah binatang yang terperangkap dalam jaring-jaring -yang ia tenun sendiri-dari makna itu. Di sini, agaknya Geertz seakan-akan menjadi penerus idea-idea dari Max Weber, yang justru merendahkan derajat kemanusiaan.
Kebudayaan selain itu bersifat kontekstual dan mengandung makna-makna publik. Seperti CokFight, dalam pertarungan ayam di Bali Greetz menafsirkan sebuah ayam yang bertarung bukan hanya sekedar ayam, namun disitu ada multi tafsir yang di tafsirkan oleh masyarakat sekitarnya(Bali). Seperti pertaruhan harga diri, kehormatan, jabatan, dan kasta. Dalam sabung ayam Bali juga adanya sebuah control.
Sedangkan Goodenough yang melihat kebudayaan sebagai sistem kognitif, yaitu menganggap perilaku budaya sejajar dengan gramatika bahasa; sama halnya dengan Levi-Strauss yang menganggap kebudayaan sebagai sistem struktural, melihat oposisi dwi pihak (binary opposition); sedangkan Clifford Geerts mengartikan kebudayaan sebagai sistem simbolis. Teori kebudayaan kognitif dan struktural .
Melalui pendekatan tersebut, pembaca mampu dituntun pada teori interpretatif tentang kebudayaan. Sehingga ia dapat menafsir mengapa, latarbelakang, faedah, fungsi dan tujuan dari seseorang mempraktekkan unsur-unsur kebudayaan yang ada. Menurut Geertz, kebudayaan adalah sesuatu yang semiotik atau bersifat semiotis, yaitu hal-hal berhubungan dengan simbol yang tersedia di depan umum dan dikenal serta diberlakukan oleh masyarakat bersangkutan . Sebab kebudayaan adalah anyaman makna-makna, dan manusia adalah binatang yang terperangkap dalam jaring-jaring -yang ia tenun sendiri-dari makna itu. Di sini, agaknya Geertz seakan-akan menjadi penerus idea-idea dari Max Weber, yang justru merendahkan derajat kemanusiaan.
Kebudayaan selain itu bersifat kontekstual dan mengandung makna-makna publik. Seperti CokFight, dalam pertarungan ayam di Bali Greetz menafsirkan sebuah ayam yang bertarung bukan hanya sekedar ayam, namun disitu ada multi tafsir yang di tafsirkan oleh masyarakat sekitarnya(Bali). Seperti pertaruhan harga diri, kehormatan, jabatan, dan kasta. Dalam sabung ayam Bali juga adanya sebuah control.
Sedangkan Goodenough yang melihat kebudayaan sebagai sistem kognitif, yaitu menganggap perilaku budaya sejajar dengan gramatika bahasa; sama halnya dengan Levi-Strauss yang menganggap kebudayaan sebagai sistem struktural, melihat oposisi dwi pihak (binary opposition); sedangkan Clifford Geerts mengartikan kebudayaan sebagai sistem simbolis. Teori kebudayaan kognitif dan struktural .
Judul Seri | - |
No. Panggil | 306 GEE t |
Penerbit | Kanisius : Yogyakarta., 1992 |
Deskripsi Fisik | xiv + 282 hlm.; 21 cm. |
Bahasa | Indonesia |
ISBN/ISSN | 979-413-746-4 |
Klasifikasi | 306 |
Tipe Isi | - |
Tipe Media | - |
Tipe Pembawa | - |
Edisi | Cetakan ke-1 |
Subyek | Kebudayaan |
Info Detil Spesifik | - |
Pernyataan Tanggungjawab | Clifford Geertz |
Tidak tersedia versi lain