Detail Cantuman
Text
Ruang Publik: Melacak "Partisipasi Demokrasi" Dari Polis Sampai Cyberspace
1013420101 | 320.01 RUA r | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Tidak Dipinjamkan |
Buku ini berusaha menjelaskan ruang publik dari ketiga jalan tersebut. Menurut saya, "jalan" ketigalah, telaah historis, yang lebih berhasil. Kelebihan tersebut kemungkinan disebabkan cara berpikir historis sangat lekat dengan cara berpikir filosofis. Bukan hanya telaah hsitoris, buku ini lewat beberapa penulisnya mendedah konsepsi ruang publik dengan menggunakan para pemikir terkenal, antara lain Kant, Hegel, Gramsci, dan tentu saja dari pemikiran Habermas yang dikomparasi dengan pemikiran Arendt.
Buku ini diberi pengantar yang bagus oleh editornya, F. Budi Hardiman, yang menjelaskan definisi awal dari ruang publik sampai dengan rangkaian semua tulisan yang ada di buku ini. Fungsi editor terlihat bukan hanya "merangkai" tetapi juga memberikan posisi yang tepat bagi seluruh tulisan. Editor juga tak lupa menjelaskan konsep-konsep penting yang ada dalam telaah ruang publik sehingga banyak membantu bagi pembaca awam atau yang baru terkesima dengan indahnya dunia ilmu. Ruang publik yang definisi sederhananya adalah ruang imajiner di mana berbagai ide kepublikan bertemu tanpa intervensi dari kekuasaan negara, berkembang memang setelah sebuah masyarakat demokratis. Artinya tidak mungkin membahas apalagi mewujudkannya pada era otoriter seperti jaman Orde Baru.Namun di sinilah masalahnya, konsep ruang publik, dan juga publik, bukanlah istilah yang berasal dari bahasa Indonesia sehingga seringkali kita berdiskusi tanpa pegangan konsep yang pasti.
Buku ini terbagi menjadi lima bagian pemaparan pikiran, yaitu Kepublikan; Masyarakat Warga; Ruang Publik, Kapitalisme, dan Pluralisme; Ruang Publik dan Kebudayaan; dan Ruang Publik dan Tantangannya. Semua bab tersebut berbicara tentang telaah historis konsep, kondisi ideal, dan keadaan terkini. Bab I dan II lebih banyak membicarakan ruang publik secara konseptual. Sementara bab III sampai V lebih terfokus membicarakan konsep dengan disertai berbagai kasus. Beberapa tulisan yang menarik di dalam bab IV dan V antara lain "Persoalan Publik dan Privat dalam Feminisme" oleh J. Sudarminta, yang mengambil contoh dari banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Juga tulisan Karlina Supelli yang berjudul "Ruang Publik Dunia Maya", yang berkisah dengan memberi contohnya munculnya game online, Sims, dan tafsir atas teknologi dalam film, seperti film Matrix. Ingatan kita juga belum lekang atas "perlawanan" masyarakat sipil melalui internet dalam "Coin for Prita" dan "Cicak vs Buaya" atas kesewenang-wenangan pihak berkuasa, baik politis maupun ekonomi. Istilah "kemayaan yang nyata" dimunculkan secara ciamik oleh penulis artikel ini, bahwa dunia maya semakin "nyata" bagi masyarakat kita.
Tulisan-tulisan lain di dalam buku ini juga patut disimak dan menjadi tambahan pengetahuan bagi siapa pun yang ingin mempelajari ruang publik. Sayangnya, bagi pembelajar ilmu komunikasi, buku ini tidak memberikan banyak tentang media. Padahal kita mengetahui bahwa media adalah salah satu perwujudan dari ruang publik. Walau begitu, sebagai sumber tambahan pengetahuan dan landasan untuk mengeksplorasi konsep ruang publik lebih mendalam, buku ini lebih dari memadai. Paling tidak, kita dapat memahami ruang publik secara lebih baik dan membantu kita sedikit menjawab pertanyaan mengapa ruang publik yang bagus sulit terwujud di negeri tercinta ini?
Buku ini diberi pengantar yang bagus oleh editornya, F. Budi Hardiman, yang menjelaskan definisi awal dari ruang publik sampai dengan rangkaian semua tulisan yang ada di buku ini. Fungsi editor terlihat bukan hanya "merangkai" tetapi juga memberikan posisi yang tepat bagi seluruh tulisan. Editor juga tak lupa menjelaskan konsep-konsep penting yang ada dalam telaah ruang publik sehingga banyak membantu bagi pembaca awam atau yang baru terkesima dengan indahnya dunia ilmu. Ruang publik yang definisi sederhananya adalah ruang imajiner di mana berbagai ide kepublikan bertemu tanpa intervensi dari kekuasaan negara, berkembang memang setelah sebuah masyarakat demokratis. Artinya tidak mungkin membahas apalagi mewujudkannya pada era otoriter seperti jaman Orde Baru.Namun di sinilah masalahnya, konsep ruang publik, dan juga publik, bukanlah istilah yang berasal dari bahasa Indonesia sehingga seringkali kita berdiskusi tanpa pegangan konsep yang pasti.
Buku ini terbagi menjadi lima bagian pemaparan pikiran, yaitu Kepublikan; Masyarakat Warga; Ruang Publik, Kapitalisme, dan Pluralisme; Ruang Publik dan Kebudayaan; dan Ruang Publik dan Tantangannya. Semua bab tersebut berbicara tentang telaah historis konsep, kondisi ideal, dan keadaan terkini. Bab I dan II lebih banyak membicarakan ruang publik secara konseptual. Sementara bab III sampai V lebih terfokus membicarakan konsep dengan disertai berbagai kasus. Beberapa tulisan yang menarik di dalam bab IV dan V antara lain "Persoalan Publik dan Privat dalam Feminisme" oleh J. Sudarminta, yang mengambil contoh dari banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Juga tulisan Karlina Supelli yang berjudul "Ruang Publik Dunia Maya", yang berkisah dengan memberi contohnya munculnya game online, Sims, dan tafsir atas teknologi dalam film, seperti film Matrix. Ingatan kita juga belum lekang atas "perlawanan" masyarakat sipil melalui internet dalam "Coin for Prita" dan "Cicak vs Buaya" atas kesewenang-wenangan pihak berkuasa, baik politis maupun ekonomi. Istilah "kemayaan yang nyata" dimunculkan secara ciamik oleh penulis artikel ini, bahwa dunia maya semakin "nyata" bagi masyarakat kita.
Tulisan-tulisan lain di dalam buku ini juga patut disimak dan menjadi tambahan pengetahuan bagi siapa pun yang ingin mempelajari ruang publik. Sayangnya, bagi pembelajar ilmu komunikasi, buku ini tidak memberikan banyak tentang media. Padahal kita mengetahui bahwa media adalah salah satu perwujudan dari ruang publik. Walau begitu, sebagai sumber tambahan pengetahuan dan landasan untuk mengeksplorasi konsep ruang publik lebih mendalam, buku ini lebih dari memadai. Paling tidak, kita dapat memahami ruang publik secara lebih baik dan membantu kita sedikit menjawab pertanyaan mengapa ruang publik yang bagus sulit terwujud di negeri tercinta ini?
Judul Seri | - |
No. Panggil | 320.01 RUA r |
Penerbit | Kanisius : Yogyakarta., 2010 |
Deskripsi Fisik | vii + 406 hlm.; 22,5 cm. |
Bahasa | Indonesia |
ISBN/ISSN | 978-979-21-2657-0 |
Klasifikasi | 320.01 |
Tipe Isi | - |
Tipe Media | - |
Tipe Pembawa | - |
Edisi | Cetakan ke-1 |
Subyek | Ilmu Politik |
Info Detil Spesifik | - |
Pernyataan Tanggungjawab | F. Budi Hardiman (editor) |
Tidak tersedia versi lain