Detail Cantuman
Text
Pak Harto: Sisi-sisi Yang Terlupakan
1018439201 | 959.8 PAK p | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
Bapak adalah seorang ayah dan pemimpin yang penuh kharisma. Di antara filosofi hidup Bapak terdapat “nglurug tanpa bala, sugih ora nyimpen (menyerang tanpa pasukan, kaya tanpa menyimpan harta)”, juga “sekti tanpa maguru, menang tanpa ngasorake (sakti tanpa berguru, unggul tanpa merendahkan)”. Itulah falsafah hidupnya dan Bapak mengajarkan dan meneladankan hal ini kepada kami, agar kami jangan mudah menyerah dalam menghadapi segala sesuatu.
–– Siti Hutami Endang Adiningsih
“Kalau nanti uang ganti rugi itu diterima, Bapak akan menggunakannya untuk apa?” saya
bertanya sambil mengelus hati orang tua itu. “Yang pertama, untuk membayar pajak,” kata
Pak Harto. Walaupun bicaranya masih perlahan, wajahnya berbinar dan senyumnya cerah.
“Lainnya dibagikan melalui kegiatan sosial. Rakyat kita masih banyak yang menderita, jadi
harus dibagikan dengan cara yang benar dan tepat sasaran,” tambahnya bersemangat.
–– O.C. Kaligis
“Pak, apakah memang sudah waktunya mengabadikan nama Bung Karno? Apakah nanti
rakyat tidak malah bingung, Bapak yang dulu memimpin pembubaran PKI, Bapak yang dulu dianggap melawan Bung Karno, kenapa sekarang Bapak meletakkan namanya di pintu gerbang Indonesia?” lagi-lagi saya bertanya kepada Pak Harto. “Tidak apa. Biar rakyat mengetahui dan selalu mengenang perjuangan dan jasa-jasa Bung Karno, ” jawab Pak Harto, mantap. Di situ, saya mengetahui besarnya kadar penghargaan Pak Harto terhadap sejarah. Ia tidak pernah berniat menghapus atau memindahkan sejarah.
–– Moerdiono
Apakah ada majelis hakim yang sampai memerlukan tiga kali sidang untuk mengetahui kondisi kesehatan yang paling mutakhir dan terkini dari seorang terdakwa, seperti halnya perkara Pak Harto? Jawabannya, tidak ada! Tetapi, mengapa dalam perkara Pak Harto perlakuannya berbeda? Kesimpulannya tiada lain adalah karena penanganan perkara Pak Harto tidak lagi murni perkara hukum, melainkan sudah terkontaminasi dengan kepentingan politik.
–– Ismail Saleh
–– Siti Hutami Endang Adiningsih
“Kalau nanti uang ganti rugi itu diterima, Bapak akan menggunakannya untuk apa?” saya
bertanya sambil mengelus hati orang tua itu. “Yang pertama, untuk membayar pajak,” kata
Pak Harto. Walaupun bicaranya masih perlahan, wajahnya berbinar dan senyumnya cerah.
“Lainnya dibagikan melalui kegiatan sosial. Rakyat kita masih banyak yang menderita, jadi
harus dibagikan dengan cara yang benar dan tepat sasaran,” tambahnya bersemangat.
–– O.C. Kaligis
“Pak, apakah memang sudah waktunya mengabadikan nama Bung Karno? Apakah nanti
rakyat tidak malah bingung, Bapak yang dulu memimpin pembubaran PKI, Bapak yang dulu dianggap melawan Bung Karno, kenapa sekarang Bapak meletakkan namanya di pintu gerbang Indonesia?” lagi-lagi saya bertanya kepada Pak Harto. “Tidak apa. Biar rakyat mengetahui dan selalu mengenang perjuangan dan jasa-jasa Bung Karno, ” jawab Pak Harto, mantap. Di situ, saya mengetahui besarnya kadar penghargaan Pak Harto terhadap sejarah. Ia tidak pernah berniat menghapus atau memindahkan sejarah.
–– Moerdiono
Apakah ada majelis hakim yang sampai memerlukan tiga kali sidang untuk mengetahui kondisi kesehatan yang paling mutakhir dan terkini dari seorang terdakwa, seperti halnya perkara Pak Harto? Jawabannya, tidak ada! Tetapi, mengapa dalam perkara Pak Harto perlakuannya berbeda? Kesimpulannya tiada lain adalah karena penanganan perkara Pak Harto tidak lagi murni perkara hukum, melainkan sudah terkontaminasi dengan kepentingan politik.
–– Ismail Saleh
Judul Seri | - |
No. Panggil | 959.8 PAK p |
Penerbit | Gramedia Pustaka Utama : Jakarta., 2014 |
Deskripsi Fisik | 346 hlm.; ils.; 23 cm. |
Bahasa | Indonesia |
ISBN/ISSN | 978-602-03-0667-4 |
Klasifikasi | 959.8 |
Tipe Isi | - |
Tipe Media | - |
Tipe Pembawa | - |
Edisi | Cetakan ke-1 |
Subyek | - |
Info Detil Spesifik | - |
Pernyataan Tanggungjawab | O. C. Kaligis ... [et al] |
Tidak tersedia versi lain