Di luar kisah perlawanan, novel ini juga memberikan gambaran bagaimana sebuah cinta diperjuangkan baik oleh Jarusan maupun Ijah. Itulah barangkali yang menyebabkan mereka memulai hidup baru meninggalkan Tambaklorok menuju kampung baru, Kali Klidang. Bagaimanapun Ijah telah dikenal sebagai perempuan amoral, bukan perempuan baik-baik. Hanya cinta yang teguh dan jiwa yang tertempa selama dalam perjuangan revolusi barangkali yang membuat Jarusan tetap memilih Katijah daripada Minah, perempuan baik-baik yang juga didukung oleh Banio, paman angkatnya. Ijah sendiri begitu mengagumkan karena akhirnya sampai pada kesadaran politik dan keberanian bersikap sehingga sanggup mengambil keputusan dan berkata tidak pada penghinaan dan penindasan, pada orang yang menginginkan tubuhnya walau kelaparan mengancam, yang sebelum-sebelumnya tampak ia tak sanggup menolak.