Detail Cantuman
Text
Pengakuan Pariyem: Dunia Batin Seorang Wanita Jawa
1000183101 | 819.2 SUR p | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Tidak Dipinjamkan |
1000184102 | 819.2 SUR p | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
1000185103 | 819.2 SUR p | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
Wanita Jawa selalu digambarkan dengan keluguan, kerendahatian, kepolosan, dan penempatan kelas status sosial. Kita sering menjumpai kisah fiksi di televisi dengan wanita Jawa berperan sebagai pembantu rumah tangga, memakai kebaya, kemben, dan jarit setiap hari dengan rambut disanggul rapi. Pembantu rumah tangga merupakan kelas sosial yang rendah menurut konstruksi sosial masyarakat Indonesia.
Hal ini juga yang digambarkan Linus Suryadi AG dalam bukunya “Pengakuan Pariyem: Dunia Batin Seorang Wanita Jawa”. Tokoh utama buku ini bernama Maria Magdalena Pariyem, “Iyem” panggilan sehari-harinya dari Wonosari, Gunung Kidul. Menjadi babu adalah bagian dari seluruh hidupnya karena pekerjaan ini merupakan warisan turun temurun dari keluarganya. Ia bekerja sebagai babu nDoro Kanjeng Cokro Sentono di nDalem Suryomentaraman Ngayogyakarta.
Cerita tentang seorang babu yang hidup pada taun 60-70an dengan latar Kota Ngayogyakarta dan Wonosari. Buku yang diterbitkan pada tahun 1981 namun masih bisa diadaptasikan dengan wanita-wanita metropolitan dalam konteks jaman sekarang. Budaya, falsafah hidup, agama, kelas sosial hingga seks, ditembangkan dalam setiap bait prosa tanpa berjeda.
Budaya Jawa yang harus dilakukan wanita Jawa sangat kental tersaji dalam buku ini. Wejangan-wejangan Jawa yang mulai terkikis ditembangkan kembali sebagai pengingat-ngingat bagi “Iyem”.
wong Jawa wis ora nJawani -kata simbah-
karena lupa adat yang diadatkan …
Demikianlah, benih dalam hati saya tertanam:
Sambutlah siapa pun juga dia
dengan sabar dan tenang
Terimalah bagaimana pun juga dia
dengan senyum dan keramahan
Dan jamulah apapun juga dia
dengan ikhlas tanpa kecurigaan
Melalui bait-bait prosa, Linus menyampaikannya dengan tegas tapi gemulai.
Pandangan agama berbeda ditembangkan Iyem melalui kepolosannya:
“Dan agama, apakah agama?
Lha di Sorga, Gusti Allah tak bertanya: ‘Agamamu apa di dunia?’ Tapi ia bertanya: ‘Di dunia kamu berbuat apa?’
Jadi apakah agama itu dogma hidup yang menjadi belenggu jiwa manusia?”
Dan kisah cinta terlarang yang dirundung dua sejoli Iyem dan Bagus Ario Atmojo,Putra sulung nDalem Suryamenteraman Ngayogyakarta yang berujung pada perut Iyem yang semakin membesar.
Thuyul yang dikandung Iyem pertanda bahwa ia telah meleburkan kelas sosial yang dianggap tabu. Seorang pembantu rumah tangga kelas rendahan, kini telah diakui mantu oleh keluarga ningrat.
Anaknya yang ia beri nama Endang, diurus oleh Bapak dan Si Mbok di Wonosari. Anaknya diaku cucu oleh keluarga majikannya meski harus bulak-balik Wonosari-Ngayogyakarta.
Meski tidak berakhir dalam bahtera pernikahan dengan Bagus Ario Atmojo, Iyem masih diakui. Ya, diakui sebagai pembantu. Ia memulai dan mengakhiri ceritanya sebagai babu abadi nDoro Kanjeng Cokro Sentono di nDalem Suryomentaraman Ngayogyakarta.
Hal ini juga yang digambarkan Linus Suryadi AG dalam bukunya “Pengakuan Pariyem: Dunia Batin Seorang Wanita Jawa”. Tokoh utama buku ini bernama Maria Magdalena Pariyem, “Iyem” panggilan sehari-harinya dari Wonosari, Gunung Kidul. Menjadi babu adalah bagian dari seluruh hidupnya karena pekerjaan ini merupakan warisan turun temurun dari keluarganya. Ia bekerja sebagai babu nDoro Kanjeng Cokro Sentono di nDalem Suryomentaraman Ngayogyakarta.
Cerita tentang seorang babu yang hidup pada taun 60-70an dengan latar Kota Ngayogyakarta dan Wonosari. Buku yang diterbitkan pada tahun 1981 namun masih bisa diadaptasikan dengan wanita-wanita metropolitan dalam konteks jaman sekarang. Budaya, falsafah hidup, agama, kelas sosial hingga seks, ditembangkan dalam setiap bait prosa tanpa berjeda.
Budaya Jawa yang harus dilakukan wanita Jawa sangat kental tersaji dalam buku ini. Wejangan-wejangan Jawa yang mulai terkikis ditembangkan kembali sebagai pengingat-ngingat bagi “Iyem”.
wong Jawa wis ora nJawani -kata simbah-
karena lupa adat yang diadatkan …
Demikianlah, benih dalam hati saya tertanam:
Sambutlah siapa pun juga dia
dengan sabar dan tenang
Terimalah bagaimana pun juga dia
dengan senyum dan keramahan
Dan jamulah apapun juga dia
dengan ikhlas tanpa kecurigaan
Melalui bait-bait prosa, Linus menyampaikannya dengan tegas tapi gemulai.
Pandangan agama berbeda ditembangkan Iyem melalui kepolosannya:
“Dan agama, apakah agama?
Lha di Sorga, Gusti Allah tak bertanya: ‘Agamamu apa di dunia?’ Tapi ia bertanya: ‘Di dunia kamu berbuat apa?’
Jadi apakah agama itu dogma hidup yang menjadi belenggu jiwa manusia?”
Dan kisah cinta terlarang yang dirundung dua sejoli Iyem dan Bagus Ario Atmojo,Putra sulung nDalem Suryamenteraman Ngayogyakarta yang berujung pada perut Iyem yang semakin membesar.
Thuyul yang dikandung Iyem pertanda bahwa ia telah meleburkan kelas sosial yang dianggap tabu. Seorang pembantu rumah tangga kelas rendahan, kini telah diakui mantu oleh keluarga ningrat.
Anaknya yang ia beri nama Endang, diurus oleh Bapak dan Si Mbok di Wonosari. Anaknya diaku cucu oleh keluarga majikannya meski harus bulak-balik Wonosari-Ngayogyakarta.
Meski tidak berakhir dalam bahtera pernikahan dengan Bagus Ario Atmojo, Iyem masih diakui. Ya, diakui sebagai pembantu. Ia memulai dan mengakhiri ceritanya sebagai babu abadi nDoro Kanjeng Cokro Sentono di nDalem Suryomentaraman Ngayogyakarta.
Judul Seri | - |
No. Panggil | 819.2 SUR p |
Penerbit | Pustaka Pelajar : Yogyakarta., 1981, 2008 |
Deskripsi Fisik | xii + 325 hlm.; 19 cm. |
Bahasa | Indonesia |
ISBN/ISSN | 9799075955 |
Klasifikasi | 819.2 |
Tipe Isi | - |
Tipe Media | - |
Tipe Pembawa | - |
Edisi | - |
Subyek | - |
Info Detil Spesifik | - |
Pernyataan Tanggungjawab | Linus Suryadi |
Tidak tersedia versi lain