Detail Cantuman
Text
Hannah Arendt & Simone de Beauvoir: Filsuf Wanita Pengguncang Abad ke-20
1029972101 | 190 YAN h C-1 | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Tidak Dipinjamkan |
1029973102 | 190 YAN h C-2 | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
1029974103 | 190 YAN h C-3 | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
1029975104 | 190 YAN h C-4 | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia |
Susah-susah gampang menemukan berbagai persamaan dan perbedaan antara Hannah Arendt dengan Simone de Beauvoir. Satu yang jelas, lewat kategori biologis: keduanya adalah wanita. Dan satu lagi, keduanya juga hidup di era yang sama, yakni Perang Dunia II Bagaimana dengan pemikiran antar keduanya? Satu hal yang jelas soal ini adalah, baik keduanya dipengaruhi oleh fenomenologi. Dari fenomenologi itulah keduanya lalu sama-sama membincang soal being ‘ada’. Hannah Arendt menuai pengaruh fenomenologi dari guru sekaligus selingkuhannya: Martin Heidegger. Sedangkan de Beauvoir? Mungkinkah terpengaruh oleh Sartre?
Lalu, adakah persamaan lainnya? Di bidang pemikiran tentunya, dan antara Arendt dengan de Beauvoir pastinya. Tetapi yang jelas, keduanya membuat karya berpengaruh dan merevolusi cara pandang di zamannya. Arendt memperoleh pengakuan luas setelah menulis The Origins of Totalitarianism. Sementara Simone de Beauvoir, paling dikenal lewat karyanya, The Second Sex. Tak pelak, kemunculan karya ini kian memperuncing polarisasi kelompok konservatif dengan progresif di masyarakat Prancis kala itu.
Apa relevansi membaca Arendt dan de Beauvoir saat ini? Perlu diingat kembali, “kebenaran” berbeda dari “kemajuan”. Kebenaran bersifat tak bertambah, sedangkan kemajuan bertambah. Dalam konteks Hannah Arendt dan kondisi perpolitikan tanah air dewasa ini, pemikiran Arendt berpotensi merevitalisasi kembali pengertian politik dan aktivitas politik. Lewat perspektif arendtian, seseorang yang menjadi kader partai politik, atau mereka yang terjun langsung dalam aksi demonstrasi di jalanan dengan membawa berbagai tuntutan politik; justru bisa disebut sebagai bukan manusia politik. Lalu, bagaimana dengan pemikiran de Beauvoir? Kondisi masyarakat kita saat ini mirip dengan kondisi sosial Prancis kala Simone de Beauvoir hidup, yakni polarisasí antara mercka yang konservatif dan teguh menjaga nilai-nilai moral-agamis, berlawanan dengan mereka-umumnya generasi muda-yang berpikiran terbuka, kosmopolit, dan cenderung “liberal sebagai konsekuensi budaya global.
Lalu, adakah persamaan lainnya? Di bidang pemikiran tentunya, dan antara Arendt dengan de Beauvoir pastinya. Tetapi yang jelas, keduanya membuat karya berpengaruh dan merevolusi cara pandang di zamannya. Arendt memperoleh pengakuan luas setelah menulis The Origins of Totalitarianism. Sementara Simone de Beauvoir, paling dikenal lewat karyanya, The Second Sex. Tak pelak, kemunculan karya ini kian memperuncing polarisasi kelompok konservatif dengan progresif di masyarakat Prancis kala itu.
Apa relevansi membaca Arendt dan de Beauvoir saat ini? Perlu diingat kembali, “kebenaran” berbeda dari “kemajuan”. Kebenaran bersifat tak bertambah, sedangkan kemajuan bertambah. Dalam konteks Hannah Arendt dan kondisi perpolitikan tanah air dewasa ini, pemikiran Arendt berpotensi merevitalisasi kembali pengertian politik dan aktivitas politik. Lewat perspektif arendtian, seseorang yang menjadi kader partai politik, atau mereka yang terjun langsung dalam aksi demonstrasi di jalanan dengan membawa berbagai tuntutan politik; justru bisa disebut sebagai bukan manusia politik. Lalu, bagaimana dengan pemikiran de Beauvoir? Kondisi masyarakat kita saat ini mirip dengan kondisi sosial Prancis kala Simone de Beauvoir hidup, yakni polarisasí antara mercka yang konservatif dan teguh menjaga nilai-nilai moral-agamis, berlawanan dengan mereka-umumnya generasi muda-yang berpikiran terbuka, kosmopolit, dan cenderung “liberal sebagai konsekuensi budaya global.
Judul Seri | - |
No. Panggil | 190 YAN h |
Penerbit | Pustaka Pelajar : Yogyakarta., 2020 |
Deskripsi Fisik | xiii + 149 hlm.; 21 cm. |
Bahasa | Indonesia |
ISBN/ISSN | 979-623-236-101-0 |
Klasifikasi | 190 |
Tipe Isi | - |
Tipe Media | - |
Tipe Pembawa | - |
Edisi | Cetakan ke-1 |
Subyek | Filsuf Wanita Modern |
Info Detil Spesifik | - |
Pernyataan Tanggungjawab | Brenda Yanti, Laksmi P. Prameswari |
Tidak tersedia versi lain