Detail Cantuman
Text
Makna Religius Ritus Kematian Masyarakat Wolomotong Di Sikka-Flores Dan Relasinya Dengan Ajaran Katolik Tentang Kematian Dan Hidup Sesudah Kematian
4030869201 | TESIS 0500 | PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Tidak Dipinjamkan |
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengenal orang Wolomotong, (2) mengenal bentuk dan pelaksanaan ritus sekitar kematian orang Wolomotong, (3) memahami arti dan makna di balik ritus-ritus kematian yang dihayati oleh orang Wolomotong dan (4) mengenal ajaran Gereja Katolik mengenai kematian dan hidup sesudah kematian. (5) menemukan relasi antara makna ritus kematian orang Wolomotong dengan ajaran Gereja Katolik mengenai kematian dan hidup sesudah kematian. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah studi pustaka dan penelitian lapangan. Objek yang diteliti adalah orang Wolomotong dan makna adat kematian dan ajaran Gereja tentang kematian dan hidup di balik kematian. Wujud data dalam penelitian ini berupa jenis dan bentuk ritus, tahapan dan pola unsur simbol dan pegungkapan makna di balik ritus kematian. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa dalam tradisi adat kematian orang Wolomotong terdapat makna-makna yang lahir dari nilai-nilai religius dalam setiap proses dan tahapan praktik, unsur-unsur dan simbol yakni: Pertama, sebagai bentuk penghormatan terhadap mereka yang sudah meninggal. Kedua, pengakuan akan hidup baru setelah kematian. Ketiga, terjalinnya relasi antara orang yang sudah meninggal dan orang yang masih hidup. Keempat, terikatnya relasi yang kuat dan harmonis antarsesama yang masih hidup. Kelima, orang mati menjadi pendoa bagi perjuangan orang yang masih berziarah di dunia. Keenam, mengarahkan manusia pada hal-hal yang sakral, kudus, dan Ilahi. Ketujuh, mempertegas hubungan darah dalam silsilah keluarga. Kedelapan, ritus adat kematian sebagai jaminan keselamatan. Kesembilan, menghantar arwah orang yang meninggal menuju tempat baru setelah kematian. Ajaran Gereja tentang kematian dan hidup di balik kematian terdapat bebera hal anatara lain; Kematian merupakan realitas dan proses alamiah, Kematian sebagai putusnya hubungan atau relasi dengan Allah akibat dosa, kematian merupakan upah dosa. Di sisi lain Ajaran Gereja Katolik juga meyakini hidup bukan dilenyapkan melainkan diubah. Peristiwa kematian dan kebangkitan Kristus menyelamatkan semua orang. Hal ini bersumber pada cinta Allah dan memberikan harapan akan kebangkitan sebagai manusia seutuhnya yakni jiwa-badan. Dari kedua pandangan di atas terdapat relasi antara makna ritus kematian yang dipraktikan oleh orang Wolomotong dan ajaran Gereja tentang kematian dan hidup di balik kematian. Pertama, menerima kematian sebagai kehendak dari Wujud Tertinggi. Kedua, kematian sebagai sebuah peralihan menuju situasi baru. Ketiga, terdapat relasi antara orang mati dan orang yang masih berziarah di dunia. Keempat, saling mendoakan antara orang yang masih hidup dan orang yang sudah meninggal. Kelima, sebagai jaminan keselamatan dan keenam, mengarahkan manusia pada hal-hal yang sakral dan berkanjang pada Allah. Selain itu, terdapat dua (2) aspek yang berbeda dalam makna ritus kematian dan ajaran Gereja tentang kematian dan hidup sesudah kematian yakni, tempat bagi orang yang meninggal dan bentuk kehidupan setelah kematian.
Judul Seri | - |
No. Panggil | TESIS 0500 |
Penerbit | : Ledalero-Maumere., 2022 |
Deskripsi Fisik | xvii + 125 hlm.; ilus.; 18,5 cm x 29 cm. |
Bahasa | Indonesia |
ISBN/ISSN | - |
Klasifikasi | 0500 |
Tipe Isi | - |
Tipe Media | - |
Tipe Pembawa | - |
Edisi | - |
Subyek | Kematian Ritus Kematian Masyarakat Wolomotong Hidup Sesudah Kematian |
Info Detil Spesifik | - |
Pernyataan Tanggungjawab | Adeodatus Maring |
Tidak tersedia versi lain